Tugas IKD I
NS. HASYIM
KADRI, S.Kep
Disusun Oleh :
AA RIDWAN ALAWI
NPM. 2013 21 021
SEMESTER I KELAS
A
PROGRAM STUDI S
I KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN
BAITURRAHIM
JAMBI
TAHUN 1434 H /
2013 M
Pengertian
Dan Macam-Macam Abortus (Keguguran) Serta Penyebabnya
Sering sekali wanita hamil mengalami
abortus atau keguguran. Tapi banyak orang yang belum mengetahui apa itu
pengertian abortus/keguguran, macam-macam abortus/keguguran dan penyebab
abortus/keguguran.
Apa sih abortus/keguguran itu? Abortus/keguguran
sendiri artinya suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500 gram.
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi
beberapa bagian, antara lain :
1. Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
1. Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2. Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
Banyak juga ya, namun jangan
khawatir ibu ibu tidak harus bisa membedakan jenis jenis abortus diatas. Tentu
saja harus dilakukan pemeriksaan intensif agar bisa membedakan jenis abortus
diatas karena penangannnya pun berbeda beda. Ada yang memerlukan obat obatan,
istirahat atau malah kuretase. Untuk memeriksa pasien dengan abortus, dokter
biasanya menggunakan bantuan alat Dopler untuk mendeteksi denyut jantung janin
dan atau USG untuk menentukan secara langsung keadaan janin apakah masih hidup
atau sudah meninggal.
Untuk menangani pasien abortus, ada
beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain
:
1. Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
2. Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
3. Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4. Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5. Missed Abortion
Dilakukan kuretase. Cuma kudu hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
Dilakukan kuretase. Cuma kudu hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
Terbukanya jalan lahir akibat
abortus dan akibat dari tindakan kuretase tentu tidak terlepas dari komplikasi.
Komplikasi yang sering terjadi yaitu infeksi, perforasi/robekan/lubang pada
dinding rahim. Tapi bila dikerjakan sesuai prosedur dan pasien cepat tanggap
akan keluhan yang diderita maka kemungkinan terjadinya komplikasi dapat ditekan
seminimal mungkin.
Setelah tahu tentang apa itu
abortus, mulailah sekarang kita membahas, apa yang menyebabkan terjadinya
abortus. Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :
- Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
- Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
- Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
- Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Nah, itulah 4 hal yang paling sering
menyebabkan keguguran atau abortus pada ibu hamil sehingga untuk pencegahannya
harus dilakukan pemeriksaan yang komprehensif atau mendetail terhadap kelainan
kelainan yang mungkin bisa menyebabkan terjadinya abortus.
Definisi Euthanasia
Euthanasia berasal dari
bahasa Yunani, yaitu eu yang
artinya indah, bagus, terhormat, dan thanatos yang
berarti kematian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),EUTHANASIA adalah tindakan
mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang
mengalami sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah
atas dasar perikemanusiaan sehingga dapat disimpulkan bahwa euthanasia adalah
praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap dapat meminimalkan rasa sakit, bahkan tanpa rasa sakit
sekalipun.
Euthanasia dalam persepektif Medis
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik, kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan.
Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan seorang pasien. Nah, penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia.
Bardasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian kedalam tiga jenis:
1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah,
2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar,
3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter,
Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga denagn hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia positif dan euthanasia negative dan berikut adalah contoh-contoh tersebut;
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik, kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan.
Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan seorang pasien. Nah, penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia.
Bardasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian kedalam tiga jenis:
1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah,
2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar,
3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter,
Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga denagn hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia positif dan euthanasia negative dan berikut adalah contoh-contoh tersebut;
1. Seseorang yang sedang menderita
kangker ganas atau sakit yang mematikan, yang sebenarnya dokter sudah tahu
bahwa seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi. Kemudian dokter memberinya
obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa
sakitnya, tetapi justru menghentikan pernapasannya sekaligus.
2. Seperti yang dialami oleh Nyonya
Again (istri hasan) yang mengalami koma selama tiga bulan dan dalam hidupnya
membutuhkan alat bantu pernafasan. Sehingga dia akan bisa melakukan pernafasan
dengan otomatis dengan bantuan alat pernafasan. Dan jika alat pernafasan
tersebut di cabut otomatis jantungnya akan behenti memompakan darahnya
keseluruh tubuh, maka tanpa alat tersebut pasien tidak akan bisa hidup. Namun,
ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai "orang
mati" yang tidak mampu melakukan aktivitas. Maka memberhentikan alat
pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses kematiannya.
Hal tersebut adalah contoh dari yang namanya euthanasia positif yang dilakukan secara aktif oleh medis.
Hal tersebut adalah contoh dari yang namanya euthanasia positif yang dilakukan secara aktif oleh medis.
Berbeda dengan euthanasia negative
yang dalam proses tersebut tidak dilakukan tindakan secara aktif (medis
bersikap pasif) oleh seorang medis dan contohnya sebagai berikut;
1. Penderita kanker yang sudah
kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada
bagian kepalanya atau terkena semacam penyakit pada otak yang tidak ada harapan
untuk sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika
tidak diobati (padahal masih ada kemungkinan untuk diobati) akan dapat
mematikan penderita. Dalam hal ini, jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan
dapat mempercepat kematiannya.
2. Seorang anak yang kondisinya
sangat buruk karena menderita kelumpuhan tulang belakang atau kelumpuhan otak.
Dalam keadaan demikian ia dapat saja dibiarkan (tanpa diberi pengobatan)
apabila terserang penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin
akan dapat membawa kematian anak tersebut.
Dari contoh tersebut, "penghentian pengobatan" merupakan salah satu bentuk eutanasia negatif. Menurut gambaran umum, anak-anak yang menderita penyakit seperti itu tidak berumur panjang, maka menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian secara pasif (eutanasia negatif) itu mencegah perpanjangan penderitaan si anak yang sakit atau kedua orang tuanya.
Dari contoh tersebut, "penghentian pengobatan" merupakan salah satu bentuk eutanasia negatif. Menurut gambaran umum, anak-anak yang menderita penyakit seperti itu tidak berumur panjang, maka menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian secara pasif (eutanasia negatif) itu mencegah perpanjangan penderitaan si anak yang sakit atau kedua orang tuanya.
Kede etik kedokteran Indonesia
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan;
Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),
mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia),
Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti ;
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir,
2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan memberikan obat penenang,
3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.[2]
Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian diatas adalah:
1. Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu,
2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien,
3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,
4. Atas permintaan pasien dan keluarganya,
5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
Euthanasia dalam persepektif Hukum
Melihat penderitaan istrinya yang tidak kunjung berakhir, Panca Satrya Hasan Kusuma
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan;
Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),
mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia),
Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti ;
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir,
2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan memberikan obat penenang,
3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.[2]
Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian diatas adalah:
1. Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu,
2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien,
3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,
4. Atas permintaan pasien dan keluarganya,
5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
Euthanasia dalam persepektif Hukum
Melihat penderitaan istrinya yang tidak kunjung berakhir, Panca Satrya Hasan Kusuma
memohon agar istrinya (Agian Isna
Nauli) yang sudah koma sekitar tiga bulan setelah melahirkan putra keduanya,
disuntik mati saja.
Ini merupaka perubahan dalam dinamika masyarakat yang kian mengglobal yang ditandai semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia maka semakin sering masyarakat bersentuhan dengan nilai-nilai asing (di luar kebiasaan/norma-norma komunitasnya).
Namun perubahan paradigma berfikir masyarakat bukanlah sebagai arah sebuah kemajuan berfikir, naamun cuma kebingungan dalam berfikir. Hal ini dialami oleh Hasan yang mengajukan euthanasia terhadap istrinya dan hal yang sama juga terjadi pada Siti Zulaekha yang akan diajukan euthanasia oleh keluarganya.
Ini merupaka perubahan dalam dinamika masyarakat yang kian mengglobal yang ditandai semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia maka semakin sering masyarakat bersentuhan dengan nilai-nilai asing (di luar kebiasaan/norma-norma komunitasnya).
Namun perubahan paradigma berfikir masyarakat bukanlah sebagai arah sebuah kemajuan berfikir, naamun cuma kebingungan dalam berfikir. Hal ini dialami oleh Hasan yang mengajukan euthanasia terhadap istrinya dan hal yang sama juga terjadi pada Siti Zulaekha yang akan diajukan euthanasia oleh keluarganya.
Konsepsi Euthanasia
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya); involuntary euthanasia (merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya).
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja.
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya); involuntary euthanasia (merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya).
Konstruksi Yuridis Euthanasia
Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
Mengacu pada ketentuan tersebut di atas, maka munculnya kasus permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan yang muncul akhir-akhir ini (kasus Hasan Kesuma yang mengajukan suntik mati untuk istrinya, Ny. Agian dan terakhir kasus Rudi Hartono yang mengajukan hal yang sama untuk istrinya, Siti Zuleha) perlu dicermati secara hukum. Kedua kasus ini secara konseptual dikualifikasi sebagai non voluntary euthanasia, tetapi secara yuridis formal (dalam KUHP) dua kasus ini tidak bisa dikualifikasi sebagai euthanasia sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP. Secara yuridis formal kualifikasi (yang paling mungkin) untuk kedua kasus ini adalah pembunuhan biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, atau pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, “ Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan,
“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.[3]
Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”.
Selain itu patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan,
“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
Mengacu pada ketentuan tersebut di atas, maka munculnya kasus permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan yang muncul akhir-akhir ini (kasus Hasan Kesuma yang mengajukan suntik mati untuk istrinya, Ny. Agian dan terakhir kasus Rudi Hartono yang mengajukan hal yang sama untuk istrinya, Siti Zuleha) perlu dicermati secara hukum. Kedua kasus ini secara konseptual dikualifikasi sebagai non voluntary euthanasia, tetapi secara yuridis formal (dalam KUHP) dua kasus ini tidak bisa dikualifikasi sebagai euthanasia sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP. Secara yuridis formal kualifikasi (yang paling mungkin) untuk kedua kasus ini adalah pembunuhan biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, atau pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, “ Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan,
“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.[3]
Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”.
Selain itu patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan,
“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
DEVICES
1.
Pengertian
Supporting Devices
Supporting Devices adalah perangkat tambahan atau
pendukung. Jika di tinjau dari segi keperawatan, maka dapat kita simpulkan
kalau supporting devices itu adalah perangkat tambahan yang digunakan dalam
dunia kesehatan pada para perawat dalam melakukan praktek.
2.
Klasifikasi
Supporting Devices
Adapun
klasifikasi Supporting Devices, yaitu:
· Alat Bantu
Teknologi medis yang canggih merupakan
alat atau perkakas untuk para dokter, dan alat bantu akan mengurangi beban
perawat. Kemajuan dalam layanan medis, termasuk alat medis dengan sistem
komputerisasi yang canggih, melindungi jiwa banyak orang. Produk THK memenuhi
standar realibilitas tertinggi yang diperlukan untuk alat medis.
·
Peralatan Sinar X
Pemandu LM dan Cincin Roller Lintang kami
digunakan untuk pergerakan reseptor sinar X. Ini memungkinkan mesin sinar X
untuk menggerakkan unit transmiter dan penerima sinar ke arah manapun dan
mengambil gambar dari sudut manapun, tanpa bergantung pada posisi pasien. Saat
produk THK digunakan, getaran dan suara mesin juga dikurangi sehingga
menghilangkan kekhawatiran pasien. sinar
X yang mampu melakukan penetrasi kedalam tubuh pasien.
·
Peralatan analisis otomatis hematologikal
Splina Bola dapat menekan getaran di ujung
injektor saat dihentikan, dan mur perubah sekrup geser memungkinkan terciptanya
mekanisme pengumpanan dengan kecepatan tinggi dan sangat mulus.
·
Pemindai CT sinar X medis
Pemindai CT sinar X merupakan perangkat
tunggal yang memindai keseluruhan tubuh pasien dan terdiri dari pemindai CT
(Computed Tomography/Tomografi Komputer) dan peralatan angiografi. Pada
perangkat ini, Pemandu LM THK digunakan di bagian gerakan longitudinal yang
menggerakkan pasien yang terbaring di tempat tidur selama proses pemindaian.
Karena pemandu tersebut dapat mengurangi getaran dan suara selama gerakan
sistem, komponen ini dapat menghilangkan kekhawatiran pasien.
·
Fasilitas mandi dengan penopang kursi roda elektrik
Splina Bola kami digunakan dalam fasilitas
mandi dengan pengangkat (lift) bertenaga listrik. Menggunakan poros splina
sebagai batang angkat memungkinkan desain fasilitas yang kompak.
·
Robot pendukung pembedahan
Selama pengobatan tulang, dokter
menggunakan tekanan berat untuk mengembalikan posisi tulang. Dosis radiasi yang
diserap selama radiografi juga menimbulkan masalah. Untuk mengatasi ini, robot
pendukung pembedahan telah dikembangkan. Dengan menggunakan pemandu LM dan
aktuator dari THK.
· Handheld
Handheld adalah suatu alat yang
membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien, melalui
pengumpulan data, berkomunikasi dengan pasien, berkonsultasi dengan sesama
perawat maupun tenaga medis, mencari literatur terkait interaksi obat dan infus,
sampai menganalisis hasil laboratorium. Handheld yang digunakan dalam
keperawatan disebut Personal Digital Assistants (PDAs).
· Handheld
Device
Handheld Device adalah mempermudah perawat untuk
mengakses sumber-sumber klinik, pasien dan sejawat melalui suara serta pesan
teks, serta mempermudah akses ke jaringan informasi sehingga penentuan
keputusan secara desentralisasi dapat dilakukan yang akan meningkatkan otonomi
perawat.
· Wireless
Communication
Wireless Communication juga
memudahkan perawat untuk memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium pasien atau
melakukan perubahan pesanan ke laboratorium, ketika masih berada di kamar
pasien tanpa harus kembali ke ruang perawat terlebih dahulu
3.
Fungsi
Klasifikasi Supporting Devices
·
Fungsi Sinar
X yaitu untuk melihat kondisi tulang serta organ tubuh tanpa melakukan
pembedahan pada tubuh pasien.
·
Fungsi analisis otomatis hematologikal yaitu untuk transportasi
vertikal injektor reagen dalam peralatan tes hematologikal.
·
Fungsi CT sinar X medis yaitu untuk diagnosis sistem sirkulasi.
·
Fungsi penopang kursi roda elektrik yaitu dalam fasilitas mandi dengan pengangkat (lift) bertenaga
listrik.
·
Fungsi Robot pendukung pembedahan yaitu robot pendukung
pembedahan dapat menjadi alat yang berdaya guna tinggi, dan juga membuat
proxide ini menjadi kompak untuk mendapatkan tingkat akurasi tinggi selama
pembedahan, sehingga mampu mensimulasi gerakan dokter yang dapat diandalkan.
· Fungsi Handheld yaitu mulai
meningkatkan kemampuan untuk berfikir kritis terkait tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita oleh
pasien tersebut.
·
Fungsi
Handheld Device yaitu Handheld device digunakan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien melalui kemampuan mengakses informasi, mempermudah
penghitungan, dan memperlancar komunikasi.
· Fungsi Wireless Communication yaitu
untuk memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium pasien atau melakukan perubahan
pesanan ke laboratorium.
4.
Dampak
Negatif Supporting Devices
· Sinar X
Terlepas dari peranan Sinar X dalam menunjang
informasi diagnosis klinis, Sinar X ternyata memiliki sisi yang sangat perlu
diperhatikan secara khusus, yaitu berkaitan dengan efek negatif yang
ditimbulkan.
Perlu diketahui bahwa Sinar X dengan karakteristiknya
memiliki energi minimal sebesar 1 KeV = 1000 eV. Energi sebesar ini jika berinteraksi
dengan tubuh manusia tentunya dikhawatirkan akan memberikan dampak
negatif.
Ada beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat terjadi,
ketika Sinar X berinteraksi dengan materi (tubuh manusia) dari sudut pandang
mikroskopis, yaitu hamburan Compton, hamburan Fotolistrik dan hamburan
Pair Production. Hamburan Compton terjadi karena Sinar X berinteraksi
dengan elektron yang terletak pada lintasan terluar, yang selanjutnya elektron
ini akan terlempar keluar dari atom.
Efek hamburan Compton umumnya terjadi pada rentang
energi sekitar 26 keV (kilo elektron volt) untuk diagnostik. Hamburan
fotolistrik terjadi ketika Sinar X berinteraksi dengan atom materi dan
melemparkan salah satu elektron sehingga mengakibatkan elektron lainnya,
bergerak menuju lintasan yang kehilangan elektron sambil melepaskan
energinya.
Hamburan ini juga dapat terjadi pada energi untuk
diagnostik. Sedangkan hamburan pair production jarang sekali terjadi di bidang
imaging diagnostik karena membutuhkan energi Sinar X yang sangat besar 1,02 MeV
(mega elektron volt). Walaupun sudut pandang ini hanya dilihat secara
mikroskopis, secara makroskopis dikhawatirkan akan mengganggu kestabilan atom
materi dan menimbulkan kelainan pada sel tubuh manusia.
Ini perlu kehati-hatian dan pemilihan yang tepat dalam
penggunaannya di bidang medis. Walaupun secara empiris pasien yang diberikan
Sinar X pada level diagnostik medis di rumah sakit tidak mengalami gejala
ataupun tanda-tanda kerusakan jaringan. Namun gejala kelainan pada tubuh
manusia akan muncul jika diberikan Sinar X secara berlebihan. Oleh karena itu
paparan radiasi medis (diagnostik imaging) yang mengenai tubuh pasien
diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan kebutuhan dalam imaging adalah
kualitas citra yang mampu menunjang diagnosis klinis yang diderita pasien
dengan tidak memberikan paparan radiasi yang berlebihan atau tidak dibutuhkan
kepada tubuh pasien.
· CT Scan
Ternyata radiasi
alat-alat tersebut dalam waktu lama bisa meningkatkan risiko terserang penyakit
leukemia.
CT Scan memang bisa memberikan hasil
tes medis secara cepat dan rinci. Beberapa penyakit pada anak seperti radang
paru atau patah tulang juga membutuhkan alat-alat pemindai kesehatan untuk
diagnosis yang lebih akurat.
Tetapi para ahli juga mengingatkan
bahaya terselubung yang mungkin timbul. Pada anak-anak, paparan sinar-X tiga
kali atau lebih akan meningkatkan ancaman leukimia. "Menghindari atau
mengurangi paparan radiasi sangat penting," kata Patricia Buffler, dari
Univesitas Berkeleys School of Public Health, Amerika.
Dalam penelitiannya, ia mengamati
catatan medis 711 anak berusia maksimal 14 tahun yang didiagnosa leukimia
limfoid akut di California antara tahun 1995-2008. Ia membandingkannya dengan
data anak yang tidak menderita leukimia.
Secara umum peningkatan risiko
leukimia pada anak memang tidak terlalu besar. Dari 100.000 anak, ada 4 yang
terkena leukimia. Namun, meski kasus kankernya kecil, tetap saja risikonya ada.
Buffler menjelaskan, radiasi yang terdapat dalam sinar-X membuat sel-sel dalam
tubuh bermutasi dan menciptakan kanker. CT-Scan yang belakangan ini sangat
populer memiliki tingkat radiasi yang lebih tinggi.
Pemajanan medan elektromagnet yang
terlalu sering diduga meningkatkan risiko kanker. Demikian studi terbaru yang
dipublikasikan dalam jurnal ilmiah New England Journal of Medicine.
Kesimpulan tersebut didapat
berdasarkan survei terhadap 950.000 pasien. Hampir 70 persen pasien pernah
mengalami sekurangnya satu kali prosedur pencitraan yang membuat mereka
terpajan. Dalam waktu tiga tahun selanjutnya, diketahui mereka menderita
kanker.
·
Robot pendukung pembedahan
Robot laba-laba ini diharapkan dapat berjalan sepanjang lintasan DNA.
Dengan menggunakan alur yang sesuai dengan urutan, robot dapat dibuat untuk
berjalan, berbelok ke kiri atau kanan sesuai alur untaian DNA. Tubuh robot ini
terdiri dari protein yang biasa disebut streptavidin. Melekat padanya kaki tiga
'enzimatik DNA' untai tunggal yang mengikat dan kaki keempatnya adalah untaian
yang membawa laba-laba ke titik awal.
"Setelah robot dilepaskan dari pemicu, maka ia akan mengikat kemudian
memotong untaian DNA," ujar Milan Stojanovic selaku ketua tim proyek.
Setelah untaian dipotong, kaki robot mulai meraih jalur dan mencocokan DNA.
dengan ini, robot dipandu ke jalur yang ditetapkan oleh peneliti.
Untuk melihat robot ini bergerak, para peneliti menggunakan mikroskop
kekuatan atom. Robot ini bisa mencatat tanda-tanda penyakit pada permukaan sel,
menentukan sel itu adalah kanker, menghancurkan sel kanker bahkan robot itu
bisa memberikan senyawa untuk membunuhnya. Rupanya 'DNA berjalan' ini sudah
dikembangkan sejak dulu, namun mereka tak pernah mencapai prestasi seperti saat
ini. "Robot itu bisa berjalan hingga 100 nanometer atau sekitar 50
langkah," ungkap Profesor Yan asal Arizona State University.
"Ini pertama kalinya sistem mesin nano digunakan untuk melakukan
operasi. Sebuah kemajuan penting dalam evolusi teknologi DNA," kata Lloyd
Smith dari University of Wisconsin, Madison. Hampir 6 miliar poundsterling
diinvestasikan dalam penelitian dan pengembangan produk nano di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar